Cari Blog Ini

Senin, 23 Agustus 2010

MENYIASATI PELUANG DENGAN METODE LATERAL

Penulis: Matius Sudiman, S.IP, S.Th


Setiap individu tentu mempunyai suatu kebutuhan, kebutuhan untuk mencapai hidup berbahagia dan sejahtera lahir dan batin. Tetapi dalam mencapai kebutuhan seseorang harus bekerja untuk memperoleh pendapatan guna memenuhi kubutuhan. Memang setiap orang bisa memperoleh pekerjaannya tetapi apakan bisa memenuhi kebutuhan hidup yang bahagia atau sejahtera. Sedangkan untuk mendapatkan pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan ternyata juga tidak gampang, artinya hanya orang yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan sesuai kebutuhan pasar. Jadi setiap orang harus berlomba untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan jika ingin mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
Diantara sekian banyak lulusan SLTA baik umum maupun kejuruan tentu banyak yang memilih kuliah dari pada bekerja, tetapi untuk kuliah juga tidak mudah pertama-tama harus memiliki prestasi dan kedua harus punya beaya. Kedua persyaraan itu nampaknya semakin nyata sehingga setiap lulusan SLTA yang tidak mempunyai dua syarat itu nampaknya harus pasrah dan memilih bekerja. Memilih bekerja itupun bukan sesuatu yang mudah, dalam mendapatkan pekerjaan masih banyak ragamnya juga, apakah mau bekerja disektor formal atau sektor informal, baik disektor formal maupun sektor informal masing-masing juga mimiliki keragaman misalnya disektor formal apakah diinstansi pemerintah atau swasta.. Memilih bekerjapun ternyata juga mendapati masalah yang  sama yaitu tuntutan akan prestasi dan beaya operasional, lantas bagaimana jika prestasi tidak dimiliki  beaya juga tidak ada? berarti harus menerima kenyataan tidak kuliah juga tidak bekerja. Status ini sangat menyakitkan,  sebab orang-orang menyebutnya pengangguran. Status pengangguran itu memang ada tetapi pengangguran sejati sesungguhnya tidak ada, sebab tidak mungkin seseorang tidak berbuat apa-apa selama dua pulu empat jam.

SEBAIKNYA MENGASAH KETERAMPILAN DISEKTOR INFORMAL
Sektor informal banyak menawarkan pekerjaan dan asah keterampilan tetapi hanya pikiran yang kreatif yang mampu menangkapnya. Dalam situasi terpojok hanya pikiran kreatif yang mampu menginspirasi gagasan-gagasan cemerlang. Pikiran kreatif itu bersumber dari refleksi otak kanan. tetapi dalam kenyataannya terlalu sedikit orang menggunakan otak kanannya, jika situasi seseorang dalam keadaan terpojok misalnya ingin kuliah tidak ada beaya mencari pekerjaan juga sulit karena tidak memiliki  koneksi, seseorang itu harus munggunakan otak kanannya untuk mensiasati keadaan yang menghimpitnya ia harus mampu menangkap peluang disektor informal. Seseorang bisa memulai usaha kecil-kecilan namun apabila ini bukan suatu pilihan yang sesuai karena mumbutuhkan modal awal yang cukup, ia bisa memilih alternatif yang lain yaitu mengasah keterampilan dengan membaca buku-buku diperpustakaan umum yang ada didaerahnya atau mengikuti magang ditempat usaha yang diminati, memang tidak dapat bayaran tetapi mendapat pengetahuan dan keterampilan walaupun tidak mendapat pengakuan secara formal atau ijasah.

MENJADI PROFESIONAL DISEKTOR INFORMAL
Disektor informal walaupun tidak terorganisasi secara formal bukan berarti tidak profesional, contohnya seorang pengrajin cindera mata bisa profesional, seorang penjual es bisa profesional, seorang tukang sulap bisa profesional, seorang pengarang cerita bisa profesional. Profesional di sektor informal itu lebih berarti dari pada disektar fomal tetapi tidak profesional. Untuk menjadi profesional tidak harus melalui pendidikan formal atau bekerja disektor fomal. Justeru disektor informal lebih dituntut profesionalisme. Sektor informal menawarkan banyak profesi walaupun tidak mudah untuk meraihnya tetapi bukan berarti tidak bisa atau tidak mungkin, meraih profesi didektor informal secara profesionalisme dibutuhkan suatu ketekunan, kerja keras, kesabaran, keuletan dan daya tahan. meraih profesionalisme ibaratnya seperti orang menanam bonsay harus sabar telaten yang harus ditempuh untuk mendapatkan suatu keindahan yang ingin dilihat.

BERPANDANGAN VERTIKAL VS BERPANDANGAN LATERAL
Jalan hidup secara vertikal banyak menjadi pilihan bagaikan jalan Tol bagi setiap pemakai jalan, walaupun sesungguhnya jalan hidup yang berpandangan vertikal itu bukan satu-satunya jalan yang terbaik bahkan berfikir Vertikal itu terlalu sempit sepertinya tidak ada peluang lain, sebagai contoh setelah lulus SLTA seseorang meneruskan keperguruan tinggi setelah lulus S-1 atau D-3 lalu bekerja dan seterusnya bekerja. Berpandangan seperti ini banyak kelemahannya, andaikata ia gagal masuk perguruan tinggi berarti tidak ada jalan lain alias menemui jalan buntu, sepertinya tidak ada alternatif lain. Tetapi berpandangan secara lateral andaikata ia gagal masuk perguruan tinggi ia masih banyak pilihan misalnya bekerja atau khursus Komputer atau mengikuti program magang, namun setelah bekerja dan berpenghasilan ia baru kuliah sambil bekerja jika pendidikan formal dipandang lebih menjamin masa depannya dan sampai akhirnya mencapai jenjang kesarjanaan dan bahkan bisa terus bekerja sambil kuliah untuk jenjang yang lebih tinggi. Cara berfikir lateral adalah cara yang paling luwes menyesuaikan dengan keadaan tidak terlalu menuntut tetapi mengatasi keadaan dengan berbagai alternatif sampai akhirnya menangkap peluang dan mencapai kesuksessan.
Semoga tulisan ini mengispirasi anda dan terimakasih atas kunjungannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar